TEKS BERJALAN ATAS

⭐SILIH ASAH SILIH ASIH SILIH ASUH SILIH WANGI****************CAGEUR BAGEUR BENER PINTER TUR SINGER ***************Tema Hari Sumpah Pemuda 2025 ********** PEMUDA PEMUDI BERGERAK INDONESIA BERSATU⭐

Kamis, 23 Oktober 2025

KENANGAN SANTRI PADA KYAI (Bag-4)

Tulisan ini sengaja saya buat untuk mengenang hari Santri yang sudah kita peringati hari kemarin, yang setiap tanggal 22 Oktober menjadi hal yang bersejarah bagi kita semua, terutama bagi mereka yang pernah nyantri.


Pemasangan Iklan isi link https://bit.ly/iklanpojokrustandi

C. KYAI

Amang, Uwa, Akang Teteh, di Pesantren tradisional orang yang memimpin sebuah pondok pesantren disebut Kyai, Ajengan, buya atau Mua'lim. Penyebutan seorang kyai oleh santrinya biasanya dengan sapaan, Pangersa Mama, Uwa, Akang, Amang dan Aa tergantung kebiasaan masing-masing daerah pesantren. Sedangkan untuk Istri Kyai, sering terdengar disebut, Pangersa Nyai, Eceu, Teteh dan Sebagainya. Sedangkan sebutan untuk anak seorang kyai santri biasa di menyebutnya dengan Gus, Aang, Encep atau tubagus. Sekaligus masyarakat tahu bahwa gelar tersebut bukan hanya beliau sebagai anak ajengan, tapi juga gelar turunan bangsawan khususnya di daerah Sunda dan Jawa.

Cek Kitab Hasyiah Showi Syarah Tafsir Jalalain Kertas Kuning Dki dengan harga Rp436.000. Dapatkan di Shopee sekarang! https://s.shopee.co.id/804Gt9tdEy

Amang, Uwa, Akang Teteh, gelar Kyai, Ajengan, buya atau mu'alim tidak didapatkan secara kebetulan tetapi ini merupakan gelar kehormatan dari santri dan umatnya. Gelar tersebut tidak perlu dibuktikan dengan selembar Piagam atau ijazah seperti gelar formal atau umum. Ini bukan berarti sosok semua kyai tidak mempunyai surat bukti gelar formal. Ada banyak kyai yang sebenarnya mempunyai gelar formal juga baik itu jenjang S1, S2 atau S3, bahkan sampai gelar Profesor. 

https://s.shopee.co.id/9fCUrw3Z18

Amang, Uwa, Akang Teteh,  Masyarakat menamakan seseorang dengan sebutan gelar kyai, ajengan dan sebagaimya tentunya dengan melihat kedalaman ilmu agama seseorang, dan melihat bagaimana keshalihan sosok kyai tersebut dalam mengamalkan ilmunya. Rasa sabar, ikhlas dan tanpa pamrih dari seseorang kyai dalam melayani masyarakat pun menjadi dasar bagaimanan masyarakat sangat meninggikan derajat dan kedudukan para kyai. Kegiatan keagamaan yang digelar masyarakat, seperti pengajian, Rojaban, Maulidan, serta hari besar seperti Shalat 'idain, kegiatan ramadhan, bahkan peristiwa kematian memerlukan sosok kiyai terutama dalam pemulasaraan jenazahnya. 

Cek KITAB IANAH THOLIBIN 4 JILID KUNING | حاشية إعانة الطالبين #DKI ILMIYAH#LIRBOYO#KEDIRI#kitab kuning kitab gundul kitab kosongan dengan harga Rp496.322. Dapatkan di Shopee sekarang! https://s.shopee.co.id/qb6M8qtCb

Amang, Uwa, Akang Teteh, di dalam sebuah pesantren tradisional semua kegiatan pengajian terfokus dan terpusat oleh seorang kyai, kalaupun ada santri senior atau keluarga kyai sifatnnya hanya membantu saja. Sosok kyai merupakan sosok sentral yang menentukan maju mundurnya sebuah pondok pesantren dan keberlangsungan kegiatan pengajian di pesantren tersebut. 



Amang, Uwa, Akang Teteh, dengan keikhlasannya seorang kyai, terus menerus membimbing para santrinya, nyaris tidak ada waktu yang terbuang percuma, semua kegiatannya terfokus untuk melayani kegiatan dan kebutuhan santri, tanggung jawabnya begitu besar memastikan kenyamanan dan keamanan santrinya. Sosok Gurunda, KH. Ahmad Jurhaya, Sekepala, Rahayu, kecamatan Margaasih Kab. Bandung, yang pengalaman pesantrennya belasan tahun, dari mulai pesantren Cikalama, Pesantren Sadang-Garut, Pesantren Keresek-Garut, Pesantren Banjar, pesantren santiong Bandung. Pesantren warudoyong dan pesantren cibeureum sukabumi. Beliau menjadi sosok  panutan bagi penulis, semua santri dan masyarakat sekitar. Beliau lah yang membuka lebih lebar dan dalam khazanah keilmuan bagi para santrinya, termasuk Ustadz Hariri pun menjadi salah satu santrinya yang pernah ngobong di pesantrennya. 

Amang, Uwa, Akang Teteh, Selain sosok beliau ada banyak orang yang berpengaruh dalam mengajarkan mengaji kitab kuning dalam kehidupan penulis, diantaranya, ustadz Soleh Munirdin, yang pertama memperkenalkan kita Safinatunnajah, Tijanuddarori dan Jurumiyah, ketika penulis masih duduk di kelas 4 sekolah dasar, Ustadz Ahmad yani, ngaweng Sukaraja Sukabumi, ajengan yang pertama mengajaran Logat jawa, KH. Usep, salah satu pimpinan Pesantren Cikawung Baros Sukabumi yang pertama memberikan pengalaman Pengajian Pasaran Kitab Alfiyah di bulan ramadhan tahun 2000an. Semoga beliau selalau di berikan keberkahan ilmu dan rizkinya serta keselamatan baik dunia maupun akhirat. cag

Sukabumi, 23 Oktober 2025