Tulisan ini sengaja saya buat untuk mengenang hari Santri hari ini, yang setiap tanggal 22 Oktober menjadi hal yang bersejarah bagi kita semua, terutama bagi mereka yang pernah nyantri.
Amang, Uwa, Akang Teteh, padatnya aktivitas mengaji di pesantren, tentunya memerlukan energi yang banyak yang dihasilkan dari makanan yang kita makan. Jika ada yang bertanya seperti apa makan di pesantren? Jawabannya normal seperti makan kita biasa, dua kali atau bahkan tiga kali. Hanya mungkin caranya yang berbeda. Di pesantren Modern, biasanya makanan sudah ditanggung pengelola pesantren, santri tinggal antri untuk mendapatkan makanan. Biasanya include dari biaya bulanan pendidikan pesantren. Akan tetapi kalau di pesantren Salafi, begitu kita menyebutnya untuk pesantren tradisional, sistem makan biasanya secara mandiri, santri yang membeli, mengolah dan memasak makanannya.
Cek SUPER PROMO BELI 1 GRATIS 2 PASANG SANDAL KULIT/SANDAL PRIA/SANDAL CASUAL PRIA dengan harga Rp58.999. Dapatkan di Shopee sekarang! https://s.shopee.co.id/40Y6sgw0Ut
Amang, Uwa, Akang Teteh, makanan tradisi pesantren adalah nasi liwet , disebut demikian karena nasi liwet merujuk pada teknik memasak nasi denrgan cara direbus hingga pulen, bukan sekadar dikukus dengan air biasa. Nasi dimasak dengan tambahan santan, kaldu dan berbagai rempah aromatik, seperti daun salam dan serai sehingga menghasilkan nasi yang gurih dan kaya rasa. Sebagai lauknya biasanya ikan asin dibakar atau digoreng, ikan peda goreng, mie telor yang dicampur dengan tahu yang dibejek ditambah dengan sayur sangko, petcay, jengkol goreng yang diiris kecil-kecil, ditambah sambal dan kerupuk, makanan surga pun siap dihidangkan.
Amang, Uwa, Akang Teteh, dalam keadaan normal, artinya perbekalan uang masih banyak, liwet komplit bisa tersaji. Tetapi dalam keadaan tidak normal, dimana perbekalan sudah menipis dan bahkan sudah habis, liwet alakadarnya pun bisa dinikmati dengan syukurnya. Liwet yang hanya dibumbui oleh garam, ikannya hanya kerupuk dan lalabnya hanya daun singkong yang dipetik dibelakang kobong, nasi liwet pun sudah lebih dari cukup untuk dimakan.
Amang, Uwa, Akang Teteh, di Pesantren Salafi, pengalaman penulis, biasanya santri mendapat makanan yang sedikit istimewa, ketika diadakan kenduri pesantren seperti dalam perayaan maulid, rajaban dan hari besar lainnya. Begitu pula ketika diundang dalam acara tasyakuran masyarakat atau bahkan acara doa selamatan yang meninggal dunia. Santri mengenal nya denga istilah UL (usaha Leutik) atau Jomet (Kejo saemet)
Amang, Uwa, Akang Teteh, Di pesantren tradisional ada juga istilah Adrahi, yaitu oleh-oleh makanan yang dibawa oleh santri yang baru datang setelah pulang ke tempat tinggalnya. Meskipun bukan merupakan kewajiban tetapi sudah menjadi kebiasaan bahwa santri yang pulang ke kobong kembali membawa makanan, bentuk kasih sayang kepada sesama rekan santri.
https://s.shopee.co.id/1qTcI2u8yz
Amang, Uwa, Akang Teteh, Setiap yang pernah menjadi santri pasti mempunyai pengalaman ketika memasak tidak ada kayu bakar, pengalaman santri pernah memasak dengan sandal capit sebagai bahan bakarnya atau dengan busa yang dibakar. Semua menjadi kenangan dan mudah-mudahan menjadi penambah keridlaan illahi ketika berada di jalan fiisabilillah mencari ilmu. cag
Sukabumi, 22 Oktober 2025

Selamat hari santri 2025
BalasHapus